Powered by Blogger.

October 19, 2011

Wanita Seutuhnya

Awal kami menikah, saya dan Fun bingung mau tinggal dimana. Saat itu bukan masalah rumahnya. Tapi, kami belum memutuskan apakah akan menetap di Jakarta, atau akan pindah ke kota lain. Topik ini sebenernya udah mulai dibahas sejak kami belum menikah. Awalnya saya bersedia mengikuti keinginan Fun untuk tinggal di tempat Fun saat itu. WALAUPUN hati saya ragunya setengah mati. SUMPAH gw takut bangetttt! Saya takut jauh dari orang tua, saya takut saya harus berhenti kerja, saya takut dijahatin orang, saya takut dan takut. Semua isinya tentang TAKUT. Percaya gak? Saya mungkin at a glance kelihatan seperti mandiri. Tapi untuk yang satu itu saya menyerah. Fun selalu membesarkan hati saya agar saya berani, dan saya diminta untuk mempersiapkan untuk mengikuti beberapa sertifikasi internasional agar di sana saya tetap bisa bekerja.


Sampai satu ketika, Fun cerita tentang sulitnya menemukan pekerjaan untuk saya di sana. Karena core industry di sana kan oil & gas, sementara saya selama ini berkecimpung di dunia perbankan. Dan bank di sana gak menjamur seperti di sini. Baiklah, saya menyerah saat itu. Saya cuma bisa bilang sama Fun, kalau saya belum siap untuk dibawa kemana-mana selain Jakarta. Meaning, Fun harus kembali ke Jakarta, segera setelah ia menyelesaikan studinya. T_T


Antara senang dan sedih sebenernya. Senang karena saya gak lagi jauh-jauhan dengan Fun. Can you imagine kita cuma bisa ketemuan 7 bulan sekali? Hell NO! Saya selalu sesenggukan setiap kali nganter Fun ke Bandara. Jadi bisa bayangin donk ya gimana senengnya saya bisa ketemu Fun tiap hari? Dan SEDIH karena saya tau BANGET kalo Fun masih pingin tinggal di sana. Fun pernah bilang sama saya, dia pingin banget tinggal di sana 3-5 tahun lagi bersama anak-anak dan istrinya.


Fiiiuh. Itu pasti keputusan yang berat banget buat back for good, dimana di sana Fun udah nyaman banget. Sementara sekarang Fun harus berjibaku dengan kemacetan dan tentu saja, Fun harus kembali ke pekerjaan lamanya. Which is totally different dengan apa yang Fun pelajari selama sekolah. Maafkan ya Fun, kamu harus banyak adaptasi. Contohnya aja, dulu Fun bisa nyebrang saenake dewe', sekarang dia malah harus tengok ke seluruh penjuru mata angin. Saya pernah beberapa kali lihat Fun lupa nyebrang dengan gak pake tengok kanan kiri. Deg-degan maaaakkkk. Awal-awal saya harus jagain kalo Fun nyebrang karena dia belum terbiasa. Tapi sekarang dah gak lagi kan Fun?


Soal pekerjaan. Saya juga paham bener kalo Fun harus adaptasi besar-besaran. Sempet saya tangkap sinyal-sinyal gak betah, dan tentu saja rasa bersalah saya semakin menggunung! Pernah Fun coba-coba cari pekerjaan di berbagai tempat. Dan beberapa temannya juga menawarkan posisi di tempat lain. Tapi entah apa yang membuat Fun ragu untuk pindah. Pernah juga Fun minta pendapat saya kalau dia harus kerja di daerah Mid East sana. Kamu tau apa reaksi saya saat itu? Saya nangis sesenggukan semaleman. Alhasil, Fun ga pernah lagi mengungki-ungkit soal Mid East dan Fun menjalani pekerjaan yang sekarang seperti biasanya. Fun bukan tipikal orang yang rewel dan cepat mengeluh. Kalau saya di posisi Fun, saya mungkin udah uring-uringan setiap hari.


Sekarang, udah setahun lebih Fun kembali. Thanks for your best efforts ya Fun. I know it was hard for you.


Of course, I know. Karena, kemaren waktu ketemuan sama Prof-nya yang datang berkunjung ke Jakarta. Si Prof cerita, kalau Fun dapet tawaran yang bagus dari company di sana, dan dia sangat menyayangkan Fun harus kembali. Waktu Fun menjawab bahwa saya gak mengijinkan, si Prof bertutur demikian:
I hope to see him again in Norway. He is very qualified to take his PhD.
Dan kalian tau kan betapa teriris-irisnya perasaan saya malam itu. Saya cuma bisa bilang dalam hati, we wish for his best Prof. Glek!








Bersamaan dengan itu, di sisi lain. Mulai Januari nanti kami pindah ke rumah kami. Yeaaaah! Dan sejak lama saya sudah mencari-cari pekerjaan di sekitar rumah baru kami itu. Lumayan kan kalau kantor deket rumah, keluarga masih bisa keurus. Minimal, kalo ada apa-apa saya bisa langsung cek-cek tanpa harus menempuh perjalanan jauh dan macet-macetan. Eh tapiiiiii, di tengah-tengah gw sedang memperjuangkan nasib keluarga gw. Hum ya! Ada aja itu yang namanya godaan. Tiba-tiba, Head dari Risk Management telpon saya, ternyata beliau tertarik untuk ajak saya gabung di Divisinya dan saya tidak perlu resign.


Lagi-lagi, antara senang dan sedih. Senang karena saya punya kesempatan untuk menjadi bagian dari Risk Management, yang selama ini saya impi-impikan. Sedih karena tahu, apa reaksi Fun nanti.. Waktu saya cerita sama Fun tentang opportunity ini, sehingga saya gak perlu capek-capek resign dan adaptasi dengan perusahaan baru, beginilah tanggapannya Fun:
"Sebagai sahabat, aku pingin kamu meraih mimpimu setinggi-tingginya. Dan sebagai suami, aku pingin kamu bisa mengurus anak-anakku."
Hiyyyaaaa lho.. gw hampir nangis tuh. Inget kalo Fun aja demi keluarga, bisa meninggalkan mimpinya di sana. Sementara gak lucu kan kalo gw tetep kerja yang ga bisa sambil ngurus anak..?


So I said a BIG NO, untuk setiap offering menggiurkan baik dari atasan saya langsung, maupun dari Risk Management supaya saya gak resign. Maafkan ya teman-teman. Kali ini waktunya saya untuk menjadi wanita seutuhnya. Dimana sebagian besar waktu adalah untuk keluarga. Eh beneran lho, baru kali ini gw berasa banget jadi wanita seutuhnya. Biasanya kan saya mau kerja dimana aja juga gak ada yang peduli yah.. Tapi kali ini karena Kang Mas Prabu sendiri yang minta, jadi sebagai permaisuri manut sanget yooo (bener gak sih ini?)


Begitulah kira-kira seputar cerita wanita satu ini. Semoga keputusan-keputusan yang sudah diambil adalah yang baik bagi kami berdua. Amiiin.

0 comments:

Post a Comment

  © Blogger Template by Emporium Digital 2008

Back to TOP