E do do e.. Tiba-tiba pingin buka wedding blog jaman dulu yang udah gak bisa diakses kecuali login ke providernya, lantaran kita gak perpanjang lagi langganannya. Sempet terharu biru baca lagi tulisan-tulisan yang ada di sana. Errrmm, rasanya gak sia-sia dulu capek-capek bikin itu, dan sekarang punya sesuatu yang bisa dikenang. Salah satunya boleh ya gw posting di sini..
Ini adalah pengakuan dari Fun tentang perjalanan menuju pernikahan kami. Gw lebay kayaknya pas baca lagi pake acara pingin mewek.. Well, ow-kay, here it is..
***
Confessions of the Groom
(English version)
Lely is one of my old friends when I was taking my bachelor at ITB. We were both members of a student community for economic study and stock exchange called KSEP ITB, which its members not only from ITB. I never thought she would be my companion since we didn't have the opportunity to know deeply each other.
We’ve been in relationship within one year and a half. But I still can remember when I made my first move to get closer to. It was when I took my master in Norway. Being far away from my family make me felt so lonely. Just because we have a good internet connection in Norway, the only way to have someone to share is to use the internet as well as possible and I began searching for my old friends through Facebook.
The funny thing was, I tried looking for a friend by typing start from letter "A ", "B ", and so on until I pressed the letter "L" and found a name, "Lely Triyana". Suddenly I recalled my old memories about her and a sense of curiosity then arose, “How is she now? How does she look now?” Those old memories made me realize that she has grown up into a different person and made me continuously see her profile on Facebook, just to see her status and found her YM ID.
Expectedly, she turns first to add me on Yahoo Messenger. But not even she said hello to me, and after a period of time I tried to say hello first, and I got a positive response! I accidentally discovered her blog and started frequently visit her blog just to know how she is. From her blog, status, and some conversations I felt something interesting, because she always talked about the values of life.
From the blog then I finally knew that she also felt the same as I did, lonely. I began to feel that we need each other, from several times a conversation. And it provoked me to call back just to hear her voice. I did not think I would like her voice, which is soft and like a radio announcer, hehehe.
The more I knew her, there was a strong desire to meet directly with her, so as I arrived in Indonesia, I designed a good scenario so that I could meet with her, by asking her for help that I need a place to stay for a few days in Jakarta. And I succeed!
After our first meeting, everything was in accordance as I predicted before, that she is humble, down to earth, and very shy girl. At the same time, I came up with the conclusion that she needed a good and simple companion. That's why I really wanted to continue to maintain this good relationship with her even if I had to go back to Norway.
As my arrival in Norway, we had more intensive communications, either via telephone or chat. Along the way she makes me feel comfortable, the figure of a smart and not demanding one, which is quite difficult to find in women nowadays. No wonder if I eventually proposed her as my prospective wife.
Since then, the desire for making a family with her was getting stronger. I'd do anything for the succession of our plan, even if I had to go back to Indonesia just to visit her again. I was well aware that it was not easy to maintain a long-distance relationship. Moreover, the time difference Stavanger-Jakarta about 5-6 hours, that all communication needs should be fulfilled only through occasional phone calls and webcam.
I am very grateful that we finally arrive at this point. Our wedding day would be less than a week. If we can maintain our long-distance relationship, so we must successfully cope with the challenges and the ins and outs of marriage life we will build.
Bismillahirrahmanirrahiiiim…
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengakuan Dari Mempelai Laki-Laki
(Bahasa version)
Lely adalah salah satu teman lama ketika saya menjalani studi di ITB. Saat itu kami sama-sama anggota sebuah komunitas yaitu KSEP ITB, dimana angotanya bukan hanya dari ITB. Saya tak pernah berpikir ia akan menjadi pendamping saya karena saat itu kami tidak memiliki kesempatan untuk mengenal lebih dekat.
Saya mengenalnya lebih dekat dalam kurun waktu kurang lebih 1,5 tahun terakhir ini. Namun masih saya ingat sata-saat saya mendekatinya pertama kali, yaitu ketika saya masih menjalani studi di Norway. Berada di negeri orang tanpa keluarga membuat saya merasa kesepian di sana. Karena koneksi internet di sana cukup baik, satu-satunya cara menambah teman untuk berbagi adalah memanfaatkan internet sebaik-baiknya dan mulai mencari-cari teman-teman lama melalui Facebook.
Lucunya, saya mencoba mencari teman dimulai dari huruf “A”, “B”, seterusnya sampai saya menekan huruf ”L” dan menemukan sebuah nama, “Lely Triyana”. Tiba-tiba saya jadi mengingat kenangan lama mengenai dirinya dan menimbulkan rasa penasaran, bagaimana ia sekarang. Kenangan lama itu menyadarkan saya bahwa ia tumbuh menjadi sosok yang berbeda dan membuat saya rajin-rajin melihat profilenya di Facebook hanya untuk sekedar melihat status-status yang ia tulis dan menemukan YM ID-nya.
Tak disangka, ternyata ia terlebih dulu meng-add saya di Yahoo Messanger. Namun tak sekalipun ia menyapa saya dan lama-lama saya memberanikan diri untuk menyapanya, dan mendapat tanggapan positif! Tanpa disengaja saya menemukan blognya dan mulai sering berkunjung ke sana. Dari blog, status, dan beberapa pembicaraan saya merasa ada hal yang menarik di sana, karena ia selalu berbicara tentang nilai-nilai kehidupan.
Dari blog itu juga saya akhirnya tahu bahwa dia pun merasakan hal yang sama seperti saya, kesepian. Saya mulai merasa kami saling membutuhkan, dari beberapa kali pembicaraan, dan memancing saya untuk menelpon hanya sekedar mengenali kembali suaranya seperti apa. Tidak mengira saya akan menyukai suaranya yang lembut dan seperti penyiar radio, hehehe.
Semakin mengenalnya, timbul keinginan yang kuat untuk bertemu langsung dengannya, sehingga setibanya saya di Indonesia, saya mendesain skenario yang apik agar bias bertemu, yaitu dengan meminta bantuan bahwa saya butuh tempat tinggal untuk beberapa hari di Jakarta. Dan berhasil!
Setelah bertemu ternyata ia sesuai prediksiku, ia sosok yang humble, down to earth, dan sangat pemalu. Saat itu pula, saya berhasil menarik kesimpulan bahwa saat ini ia membutuhkan pendamping yang sederhana dan “gak neko-neko”. Karena itulah saya ingin terus menjaga hubungan baik ini sekalipun saya harus kembali ke Norway.
Setibanya saya di Norway, komunikasi semakin intensif, baik melalui telpon maupun chatting. Selama itu pula ia berhasil membuat saya merasa nyaman, sosok yang cerdas dan tidak pernah menuntut hal yang aneh-aneh, sosok yang cukup sulit dijumpai pada wanita pada umumnya. Tak heran jika akhirnya saya memberanikan diri untuk mem-propose-nya sebagai calon istri.
Sejak saat itulah, keinginan untuk berkeluarga bersamanya semakin kuat. Saya akan lakukan apapun untuk keberhasilan rencana itu, sekalipun saya harus kembali ke Indonesia untuk mengunjunginya lagi. Saya sadar betul, tidak mudah membina hubungan jarak jauh. Apalagi perbedaan waktu Stavanger-Jakarta sekitar 5-6 jam, semua kebutuhan komunikasi harus terpenuhi hanya melalu telpon dan sesekali webcam.
Namun saya sangat bersyukur sekali, akhirnya kami sampai pada titik ini. Pernikahan kami dalam itungan kurang dari seminggu. Jika kami mampu menjalin hubungan jarak jauh, maka kami pun harus berhasil menjawab tantangan dan lika-liku rumah tangga yang akan kami bangun nanti.
Bismillahirrahmanirrahiiiim…
July 22, 2012
A Note From Our Wedding Blog #1
Labels:
LDR,
Wedding Blog,
Wedding Prep
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment